Demi Nyawa Manusia, Jauh Dari Keluarga

Foto : Andrie Islamuddin/Wartawan Palopo Pos
* Kisah Perawat Pasien Covid-19  RSUD Batara Guru Belopa

Ditengah pandemi virus corona (Covid-19) yang sudah menjangkiti lebih dari 3,8 juta orang di dunia ini, selalu saja ada pihak yang menganggap sepele penyakit yang sudah merenggut lebih dari 266 ribu jiwa sedunia ini. Namun tidaklah demikian bagi para perawat yang saat ini berjuang diruang-ruang isolasi penderita Covid-19 di berbagai rumah sakit

Oleh : Andrie Islamuddin

Diwilayah jazirah utara Sulawesi Selatan, tepatnya di Rumah Sakit Umum Daerah Batara Guru  (RSUD-BG) Belopa-Luwu, sedikitnya ada 10 orang perawat yang berada di garda terdepan untuk penanganan medis pasien yang diduga terinveksi virus corona. Ke-10 perawat inilah yang menongkrongi ruang isolasi selama 24 jam dengan penuh semangat demi menolong nyawa manusia. Mereka adalah Ns Hengky. S. Kep selaku Penanggung Jawab ruang isolasi Covid-19 RSUD-BG Belopa, kemudian ada rekannya Ns. Lilis Suryani.S.Kep, Ns. Sulaeha.S. Kep, Askar. Amd. Kep, Zainuddin Qur'ani, S.Kep, Ns. Mutiah Sukri S. Kep, Ns. Nugraha Aspar, S. Kep, NsTakdir Assana S. Kep, Ns. Nihma S. Kep dan Ns. Supriadi S. Kep

Rabu pagi (6/5) lalu tepat 13 Ramadhan 1441 H, saya mencoba mendekati ruang isolasi perawatan pasien Covid RSUD-BG yang begitu sepi bahkan terkesan agak angker walaupun disiang hari, karena ruangan ini agak terpisah dari ruang perawatan umum rumah sakit yang terletak di Desa Lebani kecamatan Belopa Utara ini.

Hari itu saya beruntung, karena tidak berapa lama, keluar dari ruang isolasi seorang perawat dan menghampiri saya. Belakangan saya ketahui namanya Ns. Mutiah Sukri S.Kep. Lalu saya mulai terlibat interaksi dengannya, tentunya dengan mengenakan alat pelindung diri (APD) berupa masker yang enggan saya lepaskan sedetikpun karena kekawatiran virus yang dapat menjangkiti saya

Mutiah menceritakan, dirinya bertugas bersama rekannya sejak awal April 2020, dimana merebaknya kasus Covid-19 dan dilaporkan adanya kasus warga Luwu positif terinveksi virus Covid-19, kala itu ia masih berjumlah 6 orang.

Tidaklah mudah bertugas menjadi perawat pasien Covid-19 seperti Mutiah, karena seorang perawat harus penuh waktu bekerja mengurusi pasien dan dibatasi pergerakannya untuk bertemu kerabat, teman maupun handai taulan serta orang-orang disekitarnya

" Anda mungkin pernah membaca, bagaimana para dokter dan perawat akhirnya meninggal dunia karena terinfeksi virus dari pasien. Seperti itu pula kekawatiran kami saat bekerja.

Belum lagi kami dibatasi bertemu orang-orang terdekat kami. Sampai saat ini saya belum pernah tinggal dirumah. Saya ke rumah hanya menjenguk anak saya tanpa harus bersentuhan secara fisik dan harus segera kembali ke RSUD Batara Guru Belopa.

Ini sudah sebulan lebih saya lakukan bersama teman-teman. Dapat ki' bayangkan kekawatiran kami yang dua kali lipat dari masyarakat biasa. Pertama,  kami kawatir diri kami bisa tertular oleh pasien saat memberikan perawatan. Kedua, kami juga kawatir diri kami bisa menularkan virus kepada keluarga kami. Makanya segala protap kami laksanakan sambil kami berdoa dan menyerahkan kepada kebesaran Allah SWT dalam menjalankan tugas ini, " Kata Mutiah

Bukan hanya kesulitan menemui keluarga dan belum pernah pulang bermalam dirumahnya, perawat pasien Covid-19 harus siap menderita berjam-jam saat menghadapi pasien Covid-19.

Mutiah dan rekannya yang merawat dan berusaha menyembuhkan pasien Covid-19, saat diruang perawatan, mereka harus bersusah payah memberikan pelayanan dalam keadaan diri terbungkus pakaian khusus sebagai alat pelindung diri (APD) yang dikenal dengan pakaian Hazmat

Saat merawat pasien, Mutiah harus menggunakan baju Hazmat berstandar WHO. Bajunya berlapis dan sangat memberatkan pergerakan dirinya. Bahkan ruangan ber-AC pun tidak  membuat Mutiah  nyaman saat merawat pasien karena ia mengenakan baju yang dilengkapi dengan helm bertameng kaca, dan mengenakan baju itu selama 6 sampai 8 jam lamanya,


Sebelum menggunakannya, mereka terlebih dulu sudah sarapan, sudah membuang hajat dan membuang air kecil serta sudah harus berwudhu, sebab selama 6 sampai 8 jam mereka tidak boleh melepaskan pakaian itu, tidak boleh makan dan minum dan tidak boleh buang hajat

Penjelasan perawat Mutiah tersebut membuat saya sedikit was-was yang sudah berada disekitar lokasi ruang isolasi Covid-19. Namun naluri kewartawanan mengarahkan keinginan untuk membuktikan ucapan perawat Mutiah.


Saya lalu bergegas meminta ijin untuk melakukan wawancara pasien Covid-19. Sayapun mendapat restu dari Direktur RSUD Batara Guru Belopa. Dan itu artinya sayapun harus mengenakan pakaian Hazmat APD Covid-19. Dan benar saja, pakaian itu memberatkan saya dan tidak berapa lama, bulir keringat mulai membasahi wajah saya

" Anda wartawan yang pertama kali datang diruang perawatan pasien Covid-19 ini dan wartawan pertama yang menggunakan baju Hazmat ini. Saya salut dengan ta' menemui kami untuk melakukan wawancara seputar tugas-tugas kami sebagai perawat pasien Covid-19.

Harapan kami, semoga masyarakat yang belum terinfeksi virus corona, kiranya menjaga diri seoptimal mungkin. Ikuti peraturan pemerintah terkait Covid-19 ini, tetaplah dirumah, biarlah kami yang menjaga dan merawat pasien. Lakukan social distancing dan physical distancing, terapkan prilaku hidup bersih dan sehat. Dengan cara-cara itu, anda dan kita semua sudah membantu kami untuk mencegah penularan wabah Covid-19, ini, " Ucap NsTakdir Assana S. Kep, saat membantu saya mengenakan pakaian Hazmat (andplppos@gmail.com)
Share on Google Plus

0 comments:

Post a Comment