Adapaun persoalan tersebut terkait tuntutan masyarakat adat Dongi yang bermukim disekitar lapangan golf milik PT. Vale Indonesia di Sorowako Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, dimana mereka mendesak penyambungan kembali aliran listrik dirumah rumah warga.
Undangan ini merupakan tindak lanjut atas laporan masyarakat yang ditanggapi serius Komnas HAM sehingga mengundang Bupati Luwu Timur, HM Thorig Husler, di Jakarta, mempertanyakan akar persoalannya dan upaya yang telah dilakukan oleh Pemkab Lutim
Dalam pertemuan tersebut, Komnas HAM dihadiri oleh dua komisioner, Natalius Pigai dan Sandrayati sementara Husler hadir bersama Asisten Pemerintahan Dohri As'ari, Kabag Pemerintahan Senfry Oktavianus, Kabag Hukum Oksen Bija, Camat Nuha Masdin, dan Lurah Magani Ishaq Nyonri.
Husler menjelaskan beberapa upaya telah dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan tersebut sejak tahun 2004. Dimana 2004 pemerintah mengeluarkan SK No.112 A Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Terpadu Penyelesaian Permasalahan Masyarakat Dongi dengan PT. Inco Tbk (Sekarang PT.Vale Indonesia).
Selanjutnya pemerintah mengundang tim terpadu untuk membahas usulan program masyarakat Dongi, pada pertemuan disepakati bahwa akan dikeluarkan SK Bupati sebagai payung hukum untuk menunjuk warga Dongi yang akan dipertimbangkan untuk mendapatkan kompensasi dari PT. Inco.
"Seiring berjalannya waktu kompensasi yang disepakati adalah merelokasi ke tempat yang lebih layak dengan penyediaan fasilitas umum dari Pemerintah Daerah dan PT. Inco, sehingga kebijakan pemindahan Masyarakat Dongi dari Bumper Sorowako ke Desa Ledu Ledu Kecamatan Wasuponda adalah merupakan solusi terbaik dengan dikeluarkannya SK Bupati Luwu Timur No. 128 Tahun 2008 tentang penetapan Lokasi Perumahan Masyarakat Suku Dongi di Desa Ledu Ledu seluas 30,43 Ha," jelas Husler.
Lanjut pada tahun 2012 masyarakat eks Dongi mulai direlokasi ke pemukiman baru, namun seluruhnya tidak berjalan lancar karena salah satu tokoh masyarakat menolak.
Dihadapan komisioner Komnas HAM, Husler menyampaikan dari tahun 2012 hingga akhir 2016 warga yang bermukim diareal Bumper semakin bertambah hingga mencapai 99 KK yang tidak semuanya warga Dongi.
Untuk mendapatkan akses penerangan masyarakat setempat memanfaatkan jaringan listrik PT. Vale yang disinyalir tidak aman akibatnya pada tanggal 21 September 2016 terjadi insiden dimana Box DS dari jaringan listrik PT.Vale terbakar sehingga aliran listrik terputus.
"Akibat kejadian ini telah menimbulkan konflik baru warga Dongi dengan PT. Vale yaitu tuntutan warga Dongi untuk dipasangkan kembali jaringan kabel listrik ke pemukiman, dikarenakan tuntutan ini tidak dipenuhi pihak PT. Vale sehingga Masyarakat Dongi mengadukan aspirasinya ke DPRD Luwu Timur sehingga DPRD merekomendasikan agar pemerintah daerah mengambil alih masalah ini untuk membicarakan solusi bersama stakeholder terkait," ujarnya.
Menurut Husler, ada 2 (dua) alternatif rekomendasi untuk menyelesaikan secara permanen masalah Dongi, pertama mengusulkan ke Kementerian ESDM Pusat agar wilayah kampung tua Dongi dikeluarkan dari kontrak karya PT.Vale sehingga pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk penataan kawasan adat kampung tua Dongi atau mengusulkan pemukiman Dongi untuk dijadikan cagar budaya Kampung Tua Dongi dengan pola kemitraan antara PT. Vale dengan Komunitas Dongi dan Pemkab Luwu Timur.
Atas penjelasan rinci yang diuraikan Bupati, Komisioner Komnas HAM RI sangat mengapresiasi atas segala cara yang ditempuh namun dia tetap berharap agar pemerintah tetap memediasi persoalan yang dihadapi Masyarakat Dongi dan pihak perusahaan dalam hal ini PT. Vale Indonesia, Hal ini dilakukan agar pihak perusahaan dan masyarakat tidak ada yang dirugikan.
"Saya berharap persoalan ini cepat diselesaikan sesuai dengan prosedur yang ada, agar tidak ada lagi konflik berkepanjangan. Kita semua ingin masalah ini selesai dengan baik dan damai,” harap Natalius Pigai salah seorang Komisioner Komnas HAM RI.
Dirinya mengatakan dengan adanya aduan ini, Komnas HAM memberikan perhatian khusus, pasalnya jika masih ada kesenjangan akan menimbulkan konflik yang akan mengakibatkan pelanggaran HAM.
Ditambahkan Natalius Pigai, dalam waktu dekat Komnas HAM akan menjadwalkan turun lapangan langsung melihat kondisi obyektif dilapangan.
Sementara Sandrayati Komisioner Komnas HAM lainnya mengatakan terkait pengusulan ke Kementerian ESDM menurutnya baik hanya saja yang perlu diperhatikan celah hukumnya, didalam berbagai peraturan perundangan terutama yang sektoral bahwa pengakuan wilayah adat harus didasari Perda, selain merekomendasi ke Kementrian ESDM mungkin juga harus dibicarakan ke DPRD untuk memproses pembuatan Perda kalau pun belum ada Perda, SK Bupati pun bisa karena dibeberapa wilayah dipahami biarpun tumpang tindih dengan kawasan hutan tidak jadi soal karena basisnya adalah klaim sejarah.(Che)
0 comments:
Post a Comment