Andi Ichi. |
Hal itu diungkapkan Anggota Fraksi Partai Golkar Dapil Sulsel III ini, saat tampil sebagai narasumber pada salah satu acara di stasiun tv nasional.
Terkait pererdaran vaksin palsu yang sudah berlangsung bertahun-tahun, Ichi mengatakan hal itu telah merusak generasi bangsa di Indonesia.
''Saya boleh katakan kejadian ini adalah kejahatan kemanusiaan, kejahatan terhadap generasi penerus bangsa. Bagaimana tidak, vaksin palsu ini telah beredar dari tahun 2003, maka anda bisa membayangkan ada berapa anak yang sudah mendapat vaksin palsu,''katanya.
Ia mengatakan, jumlah kelahiran di Indonesia itu kurang lebih lima juta bayi per tahun. Sehingga satu persen saja anak Indonesia yang mendapat imunisasi vaksin palsu, maka ada 50 ribu anak Indonesia dalam setahun yang kekebalan tubuhnya berpotensi tidak terbentuk, sehingga anak menjadi tidak terproteksi.
''Seharusnya tubuh mereka kebal terhadap polio misalnya, karena sudah merasa divaksin, ternayata kedepannya masih bisa terserang polio. Jika praktik ini sudah berlangsung 13 tahun, artinya banyak sekali anak-anak yang menjadi tidak terlindungi. Tentu ini berdampak sangat besar terhadap kelangsungan hidup anak,'' katanya.
Puteri Bupati Luwu Timur dua periode ini juga mempertanyakan, mengapa pemerintah bisa kecolongan selama ini, dan lalai terhadap kesehatan anak-anak, generasi penerus bangsa. Harus diakui kelalaian ini fatal dan berpotensi sangat buruk terhadap kesehatan dan masa depan anak-anak.
''Hari ini setelah kasus tersebut terungkap, pemerintah harus mengambil langkah yang menyeluruh untuk memastikan secara pasti cakupan peredaran dan berapa banyak anak-anak yang telah menjadi korban vaksin palsu. Kemarin telah disampaikan oleh kemenkes bahwa saaat ini satgas penganggulangan vaksin palsu telah bekerja memverifikasi dan mendata tiap faskes dan anak-anak yang telah mendapat vaksin palsu, hal itu tentu akan kami monitoring terus,'' jelasnya.
Setelah satgas telah melakukan pendataan dan verifikasi pihaknya menginginkan agar anak yang dinyatakan mendapat vaksin palsu agar divaksinasi ulang. Meski upaya itu menurunya tidak menjadikan kasus ini terselesaikan, namun itu adalah upaya paling optimal yang mampu dilakukan pemerintah saat ini, sembari terus menata alur pengadaan dan distribusi vaksin kedepannya serta peningkatan pengawasan.
''Intinya kita menginginkan pemerintah menebus kelalaiannya dalam perkara vaksin palsu ini,'' kata Ichi.
Ditanya mengenai banyaknya rumah sakit yang bekerjasama dengan oknum pembuat vaksin palsu, Ichi mengatakan jika persoalan harga yang murah menjadikan alasan utama pihak rumah sakit melakukan pengadaan vaksin palsu. Selain itu, keuntungan materi yang cukup menggiurkan bagi oknum pembuat vaksin palsu juga menjadi faktr utamanya. Meski demikian pihaknya tetap menaruh asas praduga tak bersalah, atas justifikasi oknum berdasarkan indikator ekonomi.
''Bisa saja, pihak rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu tersebut juga tidak mengetahui bahwa itu palsu. Saya pikir ini masih perlu untuk dilakukan penelusuran lebih jauh. Yang pasti kasus ini jangan sampai tebang pilih,'' tegasnya.
Dari rapat dengan Menkes yang dilalukan Komisi IX menurutnya ada sekitar 13 RS yang sudah terdeteksi. 14 RS dan 8 praktek bidan yang menerima distribusi vaksin palsu, bahkan dimungkinkan masih banyak lagi fasilitas pelayanan kesehatan yang terlibat. Apalagi ini suydah berlangsung cukup lama, tentunya menjadi tugas pemerintah untuk menelusuri lebih jauh lagi.
''Kalau laporan BPOM kan ada 37 fasyankes di 9 propinsi yang melakukan pengadaan vaksin bukan melalui sumber resmi.
Hal ini saya istilahkan sebagai kelalaian berjamaah. Kejadiannya sudah berlangsung selama kurang lebih 13 tahun, beberapa kali sempat mengemuka di tahun 2008 dan 2013 namun baru ditahun ini kita betul-betul dibuat gempar dengan berita vaksin palsu ini, kata Legislator kelahiran Kota Palopo ini.
Tugas pengawasan yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari BPOM menurutnya tidak berjalan sebagaimana mestinya. BPOM ibarat pemadam kebakaran, yang muncul ketika ada masalah yang ditemukan, langkah preventif menjadi tidak berjalan.
''Rantai distribusi yang seharusnya dilakukan pengetatan dalam pengawasan menjadi kecolongan selama bertahun-tahun,'' tegas Ichi. (rilis/tri)
0 comments:
Post a Comment