![]() |
Gedung Rektorat Unanda Palopo. |
Dari informasi yang berhasil dihimpun, ada sekitar 19 orang mendapat skorsing massal, 21 mahasiswa dapat teguran keras, dan satu orang langsung di-DO.
Menanggapi hal ini, Ketua Himpunan Mahasiswa Basse Sangtempe (Hambastem) Kota Palopo, Awal Akib, menilai jika kebijakan ini adalah sikap yang menandakan birokrasi kampus antikritik. Sebab mereka diduga diskorsing karena persoalan melakukan kontrol terhadap kebijakan birokrasi kampus.
"Mewakili kawan-kawan Hambastem, kami sangat mengecam birokrasi Kampus Andi Djemma yang antikritik mengeluarkan surat skorsing dan DO sebagai senjata untuk mencegal siapa saja oknum mahasiswa yang mencoba melakukan kontrol sistem birokrasi, terutama Parinding yang mendapat DO," tandasnya.
Menurutnya, ini jelas-jelas sebuah upaya pembunuhan karakter dan bisa berupa ancaman bagi siapa saja mahasiswa yang mencoba bersentuhan dengan kampus dalam hal kritik mengkritisi. "Bukannya mengedepankan jalur-jalur intelektual seperti mediasi dan lain-lain, Tapi secara arogan memberi sanksi tak berdasar," ujarnya, Senin.
Ia mempertanyakan, bukankah ada aturan main dalam menjatuhkan sanksi, jika memang ada pelanggaran tentu dengan bobot pelanggarannya. Ini jelas sudah mencederai asas demokrasi di lingkup civitas akademika.
"Terlepas dari aturan kampus kepada mahasiswa dan fakta integritas yang pernah ditandatangani mahasiswa saat maba dulu yang tidak jelas tafsirannya, seyogyanya para tenaga pendidikan, pihak birokrasi, lebih bermoral dan rasional dalam menerapkan aturan," tandasnya.
Kemudian apakah dengan melakukan kritik melalui aksi demonstrasi bisa dikatakan pelanggaran berat mencoreng almamater kampus, sehingga berujung skorsing dan DO? Ini jelas-jelas otoriter dan terkesan tendensius untuk melenyapkan semua yang mencoba melakukan kontrol terhadap kampus. Apalagi mereka yang menjadi objek sanksi ini terbilang masih dalam proses belajar.
Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswa Unanda Palopo, Andi Idrus, mengakui jika ada satu orang di-DO baru-baru ini. Jadi hingga saat ini sudah ada tiga orang dikeluarkan. Namun ia mengaku dirinya belum mendapat laporan apakah ada skorsing massal di fakultas teknik.
"Yang saya tahu memang ada mahasiswa yang di-DO. Tapi soal ada skorsing massa saya belum mendapat laporan, baik lisan maupun tertulis. Soal yang di-DO, menurut saya sudah terlalu banyak pelanggarannya. Karena pernah melakukan pengrusakan fasilitas kampus, menyegel rektorat, dan memang sering anarkis," tandasnya, saat ditemui, Senin 8 Agustus 2016.
Namun, kata dia, yang mengajukan DO itu adalah dekannya. Rektor tinggal menyetujui. Ini juga bukan berarti birokrasi kampus antikritik. Tapi memang ada pertimbangan besar sehingga kebijakan ini terpaksa diambil.
"Kami tidak pernah melarang demo. Silahkan saja. Bahkan dulu ada 17 mahasiswa yang semua dosen tandatangan, kecuali Prof Lauddin dan istrinya, agar mahasiswa itu di-DO, tapi Rektor tidak mau. Sebab menurut Pak Rektor, kampus ini adalah tempatnya memanusiakan manusia. Sehingga jangan dikeluarkan. Jadi saya rasa, kalau ada di-DO, itu sudah tidak bisa dibina," jelasnya. (tri)
0 comments:
Post a Comment